Minggu, 03 April 2011

Gumpal Renjana Untuk Seorang Lelaki Berkacamata


Dear lelaki berkacamata,

Sebelumnya maaf jika menurutmu aku lancang telah menulis pesan ini. 
Bukan maksudku untuk membuatmu tersipu malu. 
Sungguh bukan itu maksudku.

Aku hanyalah seorang hawa yang gila pada aksara, pada jengah rentet kata.
Maka biarkan sekali ini saja jari jemariku menari hingga usai, melukiskan sabda tertulis untukmu yang pada tiap hurufnya telah kutitipkan gumpal renjana. 
Agar purna sudah urat tegang sarafku, merdeka dari lolong derita.

Perlu kau tahu, ini akan menjadi ungkapan terjujur yang pernah ku tulis untuk seseorang.
Seseorang yang akhir-akhir ini telah membuat jantungku berdesir. 
Seseorang yang tutur katanya sanggup membuat nafasku tertahan beberapa detik saking perasaanku tergelitik. 
Seseorang yang telah menyadarkanku ke titik normal dari sebuah masa lalu yang mengecewakan.
Ya, seseorang itu kamu!

Aku mengagumimu, itu yang ku ingin kau tahu. 
Tak perlu kau tanya alasannya, karna jujur aku sendiripun tak tahu mengapa. 
Jangan kau tanya kapan ku mulai mengagumimu, karna sungguh aku sendiripun  tak tahu kapan ku mulai mengenalmu.

Kita tak pernah bertemu muka. 
Hanya ada sapaan sesekali di dunia maya.
Aku mengenal sosokmu dari teman-temanku. 
Dan entah mengapa tiap kali mereka membicarakanmu, tanpa sadar ku mulai menabung rindu. 
Mereka bilang kamu baik. 
Mereka bilang kamu cerdas. 
Mereka bilang kamu seorang korelis. 
Dan mereka juga bilang kamu idealis. 
Entah apa lagi?!

Aku sendiri tak tahu bagaimana dirimu. 
Aku tak tahu seperti apa perangaimu. 
Aku juga tak tahu apakah kamu telah memiliki wanita di hatimu atau belum. 
Ah, memikirkan hal itu rasanya ingin ku terbang menjumpaimu, menemukan pintu hatimu, merasuki jiwamu, membaca pikiranmu, dan memata-matai perasaanmu.

Duhai! Mungkin ini terdengar gila. 
Dan agaknya rasa kagumku telah berubah rasa. 
Sebab tanpa ku sadari namamu kerap ku sebut dalam larik doa yang tiap waktu ku rapalkan. Memohon padaNya agar Dia menjadikanmu halal bagiku. 
Menjadikanmu lelaki yang akan menjadi bagian atas raga ini, lelaki yang mencintaiku bukan sebab keelokan melainkan ketulusan, lelaki yang akan merubahku menjadi seorang hawa yang membuatmu bangga.

Aku tahu ini berlebihan dan terkesan berhayal. 
Tapi sungguh inilah kisah perasaan terdalamku. 
Sekali lagi maaf jika aku terkesan lancang. 
Tapi inilah caraku membebaskan diri.

Aku sadar sepenuhnya, mungkin aku hanya bisa menikmati parasmu dari balik layar. 
Aku mengagumimu dan mungkin kini aku juga telah jatuh hati padamu. Ya, kamu!

Meski ku tahu, kamu hanya bisa ku lihat lewat imajinasiku saja, hanya bisa ku temui lewat lelap mimpiku saja. Aku tak sanggup menyentuhmu. Aku tak bisa menggapaimu. Bahkan sekedar melihat punggungmu pun aku tak mampu.

Mungkin hanya satu yang sanggup ku lakukan, mengirimimu isyarat sehalus helaan nafas, menyaksikanmu lamat-lamat dari balik hijab dengan mencintaimu diam-diam dan merindumu dalam kebisuan.

Jika pesan ini pada akhirnya telah sampai padamu, aku mohon jangan kau maki aku atau bahkan menaruh belas kasihan padaku. 
Aku tak memintamu untuk membalas rasaku, karena memang bukan itu tujuanku.

Ketahuilah, aku tak ingin menjadi hawa penindas nafsu yang harus memaksakan kehendak cinta seorang pria laksa Zulaikhah kepada Yusuf- pujaan hatinya.

Satu yang ku pinta darimu, izinkan ku mencintaimu dengan caraku. 
Tak perlu ada tatap mata. 
Tak usah ada kerling manja, pun desah raba.
Karena cinta menurutku adalah lebih kasih dari sekedar rasa.
Aku memang mengagumimu. 
Tapi aku sadar, mungkin aku tak cukup pantas untuk memilikimu.

Hey, kau tahu??
Ku tulis pesan ini sambil memandangi fotomu. 
Dan hari ini baru aku tahu, kamu punya jenggot. 
Ah, Demi Tuhan! Itu sudah lebih dari cukup bagiku.

Terakhir, ku tutup surat ini. . .
Untuk kamu, the one who always stares something through rose-colored glasses, yang kokoh berdiri dan mengirim kata-kata dari balik layar, to you my reverence. . .!