Minggu, 02 Januari 2011

Manusia Cerobong


IRONI. Jika kita tonton iklan rokok yang bertebaran di tipi, semuanya berkonotasi positif. Bintang iklannya pun tak tanggung2. Mereka, para bintang iklan rokok, selalu saja lelaki yang macho, tangguh, pemberani, suka tantangan, gagah perkasa, dengan paras metroseksual dan body kaya metromini *lho? maksudnya seksoy gitu loh*.

Rokok seakan menjadi barang berharga yang WAJIB dikonsumsi lelaki jika mau tampil macho dan gentle. Pada akhirnya, rokok menjadi satu2nya barang berukuran 9 cm yang dituhankan oleh sebagian besar lelaki. Bagaimana bisa? Coba saja pikir, seorang perokok mampu tidak makan berhari-hari tapi dia tidak sanggup kalo tidak merokok semenit saja. Bagi perokok kelas berat misalnya, dia mungkin hanya mampu menerima satu-dua piring nasi untuk dikonsumsi, tapi untuk rokok dia mampu menghabiskan satu truk hanya dalam beberapa hari saja *hyperbola? biarin ah jangan protes!*

Kalo saja mereka mau berpikir rasional bahwa rokok tidak hanya dapat membunuh secara ekonomis tapi juga secara klinis. Bagaimana bisa terlihat macho dan gagah, kalo tubuh saja tak ubahnya triplek berjalan? Bagaimana bisa disebut pemberani dan suka tantangan, kalo paru2nya saja terancam kanker? Lalu bagaimana pula memiliki paras menawan, kalo bibir item, gigi kuning, dan nafas bau naga? Inikah lelaki yang katanya mahluk paling rasional itu?

Kalo tulisan “peringatan pemerintah: merokok dapat menyebabkan IMPOTENSI, KANKER, GANGGUAN JANIN, GIGI KUNIG, BIBIR HITAM, dan NAFAS BAU NAGA . . .” saja masih dianggap anjing ompong bagi mereka, lalu bagaimana dengan jeritan hati dari seorang OSYA dalam catatan kecil ini? Bagaimana pula saya, yang ilmunya masih cetek ini, bisa mendebat mereka dengan dalil Al Quran dan Hadist kalo para Kyai dan Ustadz saja dengan pongah dan jumawa merokok depan santrinya tanpa dosa?

Yeah, mungkin memang saya harus menerima kenyataan pahit ini *nyeka aer mata*.

Mereka, para manusia cerobong itu, memang mahluk yang memiliki sensitivitas amat sangat rendah sekali bangetZ *ampe musti pake Z lho!*. Mungkin urat kesadaran mereka udah putus, hingga mereka masa bodoh bahwa asap rokok yang mereka hasilkan tidak hanya keluar-masuk lewat hidung dan mulut naga mereka, tapi juga mampu menyebar hingga radius beberapa meter. Mereka juga ogah mikir kalo dengan jarak sejauh itu, akan ada puluhan (atau bahkan ratusan) paru2 orang lain yang mereka racuni.

Satu hal yang ada dalam otak mereka: MEROKOK ITU HAK ASASI!

Hey, tidak sadarkah mereka bahwa: MENGHIRUP UDARA BERSIH ADALAH JUGA HAK ASASI??!!

Rabu, 22 Desember 2010

My Sister and I

This note is about my sister and me. Suddenly she lingers in my mind.

Saya teringat saat tengkar ama dia, saat kita diem2an gara2 hal sepele, saat dia sakit parah dan saya diem2 nangis di kamar mandi berharap kesembuhannya, saat saya kasi kado novel di hari ulang taunnya dan dia sampe sekarang belum bilang terimakasih, saat dia curhat tentang cowo2nya dan saya sering ketiduran mendengar curhatannya yg ber-episode2 itu.

Namanya Afifatus Sholihah. Kita tercipta berbeda. Amat sangat.

Dia kalem, pendiem, dan cerdas. Sementara saya galak, bawel, dan 'agak' cerdas *yg t'akhir maksa*

Dia suka lagu2 arab dan sholawat. Saya gila lagu2 barat dan India.

Dia kuliah di sastra Arab, saya kuliah di sastra Inggris.

Dia suka novel2 sastra berat, saya suka novel2 picisan.

Saya benci dg hobinya yg suka meperin upil di tembok kamar dekat jendela, makanya saya sering panggil dia dg sebutan ''mpok upil''. Saya juga benci kalo dia kerap kentut sembarangan, anytime anywhere.

Saya iri karena dia slalu dapat peringkat pertama di kelasnya.

Saya iri karena Ibu saya begitu kehilangan dia saat dia harus hengkang dr rumah karena ikut suaminya *coba kalo saya yg pergi dr rumah?*.

Saya jg iri waktu dia bisa bikin Bapak saya menangis haru saat dia dinobatkan menjadi mahasantri terbaik waktu duduk di bangku Aliyah di Solo dan mendapat beasiswa ke Universitas Al Azhar Cairo, meski pada akhirnya dia tidak ambil kesempatan itu.

Namun, seiring waktu berjalan saya semakin menyadari bahwa sedikit banyak saya belajar dr dia.

Saya suka sastra karena dia. Saya suka baca novel karena dia. Dan saya juga belajar qiro'ah dari dia.

Meski belum bisa masak seenak dia, tp saya toh masih belajar untuk itu. Meski tidak bisa bikin puisi seindah dia, tapi temen2 saya banyak yg bilang kalo tulisan2 saya 'asyik' buat dibaca. Meski tidak pernah dinobatkan jd mahasantri terbaik, tp saya cukup puas jadi mahasiswa terbaik ketiga di Sastra Inggris *yeah, kasian deh banggain diri sendiri*

Dia sebenernya kakak yg baik. Sering ngalah untuk banyak hal, bagi2 ilmu ke saya. Mungkin satu hal yg dia tidak tau. I love her so much. I do really count on her on the level i don't even understand.

We're two very different people. She's the ice and i'm the fire. But somehow we're existing together without destroying each other.

P. S.

Hey sista, dontcha miss me here?? XOXO ^O^

Kelemahan = Kekuatan

Pernahkah kita menyadari bahwa satu2nya modal kita untuk bertahan hidup di dunia ini adalah KELEMAHAN? Okeh lemme tell ya somethin'! *gulung lengan baju*

Adakah diantara kita saat lahir langsung bisa berjalan, berlari, ato berbicara? ''N'' followed by the big ''O'', NO!! Satu2nya kemampuan kita untuk berkomunikasi adalah menangis. Kita harus melewati fase lolos dari rahim Ibu sebelum akhirnya kita bisa hidup, tumbuh, dan belajar berbagai hal. Ini sudah kelemahan yg ke berapa? Entahlah!

Satu yang pasti bahwa justru dari kelemahan2 ini tercipta kekuatan. But how?

Lihat saja, untuk mengurus orang sakit saja kita punya rumah sakit, ruang operasi, obat2an, dsb. Lalu adakah hewan bisa melakukannya? Justru manusia yang mencipta klinik hewan, kebun binatang, dokter hewan, bahkan salon hewan. Bayangkan, bahkan dalam kelemahannya manusia masih bisa peduli dengan mahluk lain.

Tuhan pernah bertitah bahwa tugas kita di dunia adalah sbg khalifah. Lalu dengan modal apa Tuhan membebankan tugas berat itu kepada manusia? Sekali lagi, modal kita adalah KELEMAHAN.

Saat kita lemah secara teknis untuk bisa terbang seperti burung, kita mampu mengubah kelemahan itu menjadi kekuatan untuk menciptakan pesawat terbang. Saat kita lemah secara teknis untuk bisa berenang seperti ikan, kita punya kekuatan untuk membuat kapal selam. Saat otak kita lemah dalam mengingat banyak hal, kita membikin buku, majalah, koran, bahkan komputer. Saat kita buta, tercipta huruf Braille. Saat kita tuli, ada alat bantu dengar. Saat kita lumpuh, tercipta kursi roda.

Itu semua hanya contoh sederhana. Kelemahan yang kita miliki mampu kita ubah menjadi kekuatan dengan bantuan hormon kekhalifahan yg Tuhan suntikkan dalam tubuh kita. Dan di sinilah letak keadilan Tuhan.

Lalu dari semua bukti ini, adakah kita masih sibuk mengeluh, meratapi, dan menangisi kelemahan sbg KETIDAKADILAN TUHAN? Sebaiknya kita berpikir ulang ^o^