Minggu, 03 Juli 2011

Flash Fiction

Tiba-tiba saja aku sudah berada di gerbong kereta menuju kota Tasikmalaya. Entah apa yang ada di otakku saat ini, aku tau aku nekat berangkat dari Jawa Timur ke Jawa Barat seorang diri. Dan ini untuk yang pertama kali.

Lalu laiknya time warp, lorong waktu, aku sudah berada di depan sebuah rumah sederhana. Rasaku mengatakan aku tidak asing dengan rumah ini. Serupa de javu. Ada damai di sana. Entahlah. Tapi aku merasakan demikian syahdu.

“Assalamualaikum”, dengan kikuk ku ucap salam.

“Wa’alaikum salam.” Seorang Ibu cantik yang tidak asing di mataku. Serta merta beliau memelukku dan menjatuhiku dengan kecupan bertubi-tubi. Dalam dekapannya kurasakan  mataku memanas. Aku tahu aku telah menumpahkan airmata di bahunya.

“Nak Osya kenapa gak bilang ke Ibu kalau mau ke Tasik? Sama siapa ke sini? Aduh… neng geulis meuni reseup pisan Ibu, Nak! Apih, ke sini Apih ini lihat siapa yang datang…” Masih mendekapku, beliau memanggil Apih, suaminya.

“Masya Allah, Nak Osya!! Ayah kangen pisan!!” Tubuhku kini berpindah dalam dekapan seorang pria gagah paruh baya, yang kupanggil Ayah. Tubuh kecilku tenggelam sudah. Aku melihat Ibu membelai punggungku sambil sesekali mengusap sudut matanya yang basah.

Hapunten Ibu, Ayah, osya baru bisa datang ke sini sekarang. Osya oge sono ka Ibu jeung Ayah.” Kalimat yang sedari tadi terkunci di tenggorokan akhirnya bebas meski tersendat dalam isak.

Ibu lalu menuntunku masuk ke sebuah kamar pertama. Jendelanya terbuka menghadap ke taman depan. Aku merasa heran, ada banyak photoku bertengger di sana. Saat sedang kupandangi photoku sendiri di dinding kamar, tiba-tiba aku merasakan seseorang memelukku dari belakang. Aku sontak kaget. Belum sempat aku menoleh, tiba-tiba seseorang itu menghadapkan tubuhku. Kini dia memelukku dari depan.

“Jangan pergi, Chin! Aa mohon!”

“A, tolong lepas! Jangan seperti ini! Kita bukan muhrim!” Setengah berteriak dan dengan sekuat tenaga aku mendorong tubuhnya menjauh dariku.

“Maka jadilah yang mahram untuk Aa!”

Sayup-sayup ku dengar Symphoni Mozart mengalun. Ringtone HP-ku berbunyi, alarm otomatis.
Rupanya tadi aku cuma bermimpi. Ku lihat jam di layar HP, pukul 3 pagi.
Aku terlonglong duduk di pinggir tempat tidur. Ku dekap sendiri tubuhku; aku masih bisa merasakan dekapan lelaki itu dalam mimpi.

Ya Allah, mikir apa aku ini??!!

Tiba-tiba HP-ku memekik, ada SMS masuk.
“Siapa pula jam 3 gini SMS?!” pikirku.
Sebuah nama yang sangat aku kenal, dan ku baca isinya:

Chin, bangun. Tahajud yuk!”


Catatan:

“Aduh… neng geulis meuni reseup pisan Ibu, Nak!”: Aduh, cah ayu seneng banget Ibu, Nak!

Apih: Panggilan sayang untuk Ayah dalam Bahasa Sunda.

Pisan: Banget (Sunda).

Hapunten: Maaf (Sunda).

“Osya oge sono ka Ibu jeung Ayah.”: Osya juga kangen ke Ibu dan Ayah.

0 comments:

Posting Komentar

Thanks for the comments, pals.
Follow me and Keep always in touch.